Kericuhan Warnai Aksi May Day di Semarang: Suara Buruh dan Mahasiswa Dibungkam Gas Air Mata

Semarang, 1 Mei 2025 – Suasana peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) di Kota Semarang yang semula damai berubah ricuh ketika massa aksi, yang terdiri dari aliansi buruh dan mahasiswa dari berbagai universitas seperti Undip, UIN Walisongo, Unnes, dan USM, turun ke jalan menyuarakan keresahan mereka terhadap kebijakan pemerintah.

Ribuan peserta aksi berkumpul di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah di Jalan Pahlawan sejak pagi. Seruan penolakan terhadap Perpu Cipta Kerja menggema di tengah-tengah kota. Selain itu, para demonstran juga menuntut agar pemerintah dan DPR RI segera menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi No. 91/PUU-XVIII/2020, serta menolak sejumlah revisi undang-undang yang dinilai membatasi ruang kebebasan sipil.

Namun, suasana mulai memanas menjelang sore hari. Ketegangan meningkat ketika aparat keamanan membubarkan massa dengan menggunakan water cannon dan gas air mata. Dalam kekacauan yang terjadi, puluhan mahasiswa ditangkap, dan setidaknya 33 orang harus mendapat perawatan medis akibat luka-luka termasuk lima orang yang dilarikan ke rumah sakit.

Kondisi ini tidak hanya mengganggu jalannya aksi, tetapi juga berdampak pada mobilitas mahasiswa lainnya. Ratusan mahasiswa dikabarkan terjebak di dalam kampus Universitas Diponegoro karena jalanan sekitar tidak aman untuk dilalui. Beberapa warga dan pengguna jalan juga sempat panik karena situasi yang tidak terkendali.


Peristiwa ini menjadi cerminan bahwa suara buruh dan mahasiswa masih kerap kali tidak mendapat ruang yang layak dalam demokrasi kita. Padahal, Hari Buruh seharusnya menjadi momen refleksi dan dialog terbuka antara pemerintah, pekerja, dan masyarakat sipil.

Ironisnya, insiden ini juga mencoreng wajah demokrasi karena terjadi kekerasan terhadap jurnalis. Seorang wartawan Tempo yang tengah melakukan peliputan di lokasi dilaporkan mengalami pemukulan oleh aparat keamanan. Insiden ini memantik kecaman keras dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang, yang menilai tindakan tersebut sebagai bentuk pembungkaman terhadap kebebasan pers.

Kapolrestabes Semarang sebelumnya telah menyatakan bahwa sekitar 3.000 personel gabungan diturunkan untuk mengamankan jalannya aksi. Namun, eskalasi yang terjadi menunjukkan bahwa pendekatan represif masih menjadi andalan dalam merespons aksi massa, alih-alih dialog atau pengamanan yang humanis.

Komentar