Siprus Utara, Mei 2025 – Protes besar terjadi di Siprus Utara setelah Presiden Turki, Recep Tayyip Erdoğan, mengeluarkan kebijakan yang memperbolehkan penggunaan jilbab di sekolah-sekolah negeri. Kebijakan ini, yang diumumkan pada awal Mei 2025, menuai kritik keras dari berbagai kalangan, termasuk sebagian besar masyarakat sekuler yang melihatnya sebagai ancaman terhadap identitas sekuler negara tersebut.
Pemerintah Siprus Utara, yang didukung oleh Turki, menyatakan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk melindungi hak-hak individu, khususnya perempuan, untuk mengenakan jilbab sebagai bagian dari kebebasan beragama. Namun, sejumlah kelompok sekuler berpendapat bahwa langkah ini berpotensi mengubah arah politik dan sosial masyarakat, yang selama ini dikenal dengan tradisi sekuler yang kuat.
Salah satu organisasi yang terlibat dalam protes tersebut, Siprus Utara Sekuler (SUN), menilai kebijakan ini sebagai bagian dari agenda "Islamisasi" yang lebih luas yang didorong oleh Turki. Mereka khawatir kebijakan ini akan merusak identitas budaya dan tradisi sekuler yang telah dibangun selama bertahun-tahun. "Kami tidak menentang hak beragama, tetapi kami khawatir ini akan menjadi langkah pertama menuju perubahan besar dalam struktur sosial kami," ungkap Derya Akman, juru bicara SUN, dalam sebuah wawancara dengan media lokal.
Di sisi lain, Presiden Erdoğan membela kebijakan ini dengan alasan bahwa kebebasan beragama adalah hak asasi manusia yang harus dilindungi. Dalam pidato yang disampaikan kepada massa pendukung di Ankara, Erdoğan menegaskan bahwa kebijakan ini bukanlah upaya untuk memaksakan agama, melainkan untuk memberikan kebebasan bagi perempuan untuk memilih mengenakan jilbab. "Setiap individu harus bebas untuk mengekspresikan keyakinannya tanpa rasa takut," tegasnya.
Meskipun kebijakan ini mendapat dukungan dari sebagian kelompok Islamis di Siprus Utara dan Turki, protes terus berlangsung dengan intensitas yang meningkat. Sejumlah sekolah di wilayah tersebut dilaporkan telah menerima surat dari orangtua yang menentang penerapan jilbab di sekolah-sekolah. Mereka meminta pemerintah untuk mempertimbangkan dampak sosial dari kebijakan ini terhadap generasi muda, yang kini berada di ambang perubahan besar.
Selain itu, kebijakan ini turut memperburuk ketegangan antara Siprus Utara dengan komunitas internasional, yang sudah lama memperhatikan kebijakan luar negeri Turki di kawasan tersebut. Uni Eropa, yang selama ini mendukung sekularisme di Siprus, juga mengungkapkan keprihatinan terkait langkah ini. Pejabat UE menyatakan bahwa meskipun kebebasan beragama harus dijunjung tinggi, kebijakan ini perlu dilihat dalam konteks yang lebih luas untuk memastikan bahwa nilai-nilai sekularisme dan kebebasan individu tetap dihormati.
Di tengah protes yang semakin meluas, masa depan kebijakan jilbab di Siprus Utara tetap tidak pasti. Para analis politik memperkirakan bahwa ketegangan ini akan terus berlanjut, dengan potensi untuk memicu perubahan besar dalam hubungan politik di kawasan tersebut.
Komentar
Posting Komentar